AN UNBIASED VIEW OF RUMAHBOLA SITUS

An Unbiased View of Rumahbola situs

An Unbiased View of Rumahbola situs

Blog Article

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ

Orang eropa yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah bugis adalah orang Potugis. Para pedagang eropa itu mula-mula mendarat dipesisir barat sulawesi selatan pada tahun 1530.

Upacara Adat Appalili: Appalili adalah suatu rangkaian upacara adat sebelum memasuki musim tanam padi (bulan November). Para petani sebelum turun ke sawah mengambil perkakas kerajaan Karaengga yang disimpan di dalam sebuah loteng rumah adat yang disebut Balla Lompoa ke tempat khusus yang sudah tersedia. Peralatan tersebut diantaranya adalah Batang Pajjekko yang akan dipakai untuk membajak sawah. Batang Pajjekko yang kedatangannya memiliki sejarah tertentu juga merupakan lambang kebesaran bagi Kabupaten Maros. Setelah semua perkakas lengkap, Ganrang Kalompoang dibunyikan sebagai pertanda acara adat sudah dimulai dan dimulai pula proses penjahitan kelambu Kalompoangnga setelah itu hasil jahitan yang terdiri dari kelambu, sprei, pembungkus dan alas disiapkan yang dilaksanakan setelah shalat Ashar.

Tari Bunting Berua: Sebuah tradisi seni tari yang diciptakan untuk menyemarakkan suatu pesta adat perkawinan Bugis-Makassar maknanya adalah memberi suasana gembira dan bahagia bagi kedua mempelai dan segenap keluarga. Karena itu, Tari Bunting Berua ini hanya khusus dipersembahkan di dalam acara-acara pesta perkawinan adat Bugis-Makassar, lebih khusus perkawinan sebuah keluarga terpandang (bangsawan).

Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan, orang bugis menyebutnya lego. Berikut adalah bagian-bagian utamanya:

Artikel atau bagian mungkin perlu ditulis ulang agar sesuai dengan standar kualitas Wikipedia. Anda dapat membantu memperbaikinya. Halaman pembicaraan dari artikel ini mungkin berisi beberapa saran.

Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa disebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.

Tari Ma'kampiri: Tarian yang dimainkan oleh three orang laki-laki dan seven orang wanita diiringi alat musik gendang, kecapi, pui-pui, dan gong sebagai ucapan syukur atas panen kemiri. Dimulai dengan tampilnya seorang gadis belia yang menari dengan membawa keranjang bambu. Tarian ini sebagai pernyataan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berhasilnya panen kemiri.

Assialanna Memang: adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat ke dua baik dari pihak ayah/ibu.

Kegiatan ini berlangsung 3 (tiga) hari berturur-turut dengan kegiatan pagelaran musik tradisional yaitu Mappadendang. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menyatakan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilan panen. Alat musik pengiring selama kegiatan ini adalah antang kayu dan alu. Pesertanya memakai baju bodo.

Ampedecengngi makkatenning ri lempu'e, nasaba puangnge passabakeng: berilah persangkaan baik dan berpegang teguh pada kejujuran karena Tuhan adalah segala sebab.

Tari Salonreng': Tarian ini dimainkan oleh six wanita yang memakai baju bodo dan 6 pria yang memakai passapu dilengkapi dengan keris, serta membawa bakul berisi padi, gula merah, pinang, daun sirih, dan beras sambil mengelilingi seekor kerbau yang dijadikan persembahan sambil menabur beras, lalu diakhiri dengan mangaru serta berdo'a memohon keselamatan. Tarian ini dilaksanakan untuk melepas hajat seperti berhasilnya panen atau sembuh dari penyakit dan terhindar dari malapetaka. Tarian ini dilaksanakan dengan mengelilingi satu ekor kerbau yang akan dijadikan persembahan dengan berbagai gerakan sambil menabur beras kemudian bermain pencak silat dengan menggunakan tombak dan diakhiri dengan Mangaru yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemotongan kerbau sebagai rasa syukur dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk keselamatan.

Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada. Menurut adat Bugis, setiap warna pakaian yang dikenakan oleh wanita Bugis menunjukkan usia atau martabat pemakainya. Busana ini sering digunakan untuk upacara-upacara seperti upacara pernikahan. Tapi sekarang, baju bodo mulai direvitalisasi melalui acara lain seperti kompetisi tari atau menyambut tamu. Secara lebih luas, baju bodo telah menjadi pakaian adat resmi yang digunakan sebagai Rumahbola situs ciri khas Provinsi Sulawesi Selatan terutama bagi para wanitanya. Baju Bodo dianggap sebagai pakaian adat Sulawesi Selatan paling pertama dikenal oleh masyarakatnya. Dalam kitab Patuntung, kitab suci ajaran Animisme dan Dinamisme nenek moyang Suku Makassar, baju ini bahkan disebutkan dengan jelas, mulai dari bentuk, jenis hingga cara pemakaiannya. Ilmu tekstil yang telah dikenal sejak zaman batu muda oleh nenek moyang Suku Makassar membuat baju bodo begitu nyaman dikenakan. Baju ini sengaja dibuat dari bahan kain muslin. Kain ini adalah kain hasil pintalan kapas yang dijalin bersama benang katun. Rongga dan kerapatan benang yang cukup renggang, menjadikan kain ini sejuk dikenakan sehingga cocok dipakai di iklim tropis Sulawesi Selatan.

Pontu-pontu (jenis permainan kelereng yang diikuti sekumpulan pemain dimana menggunakan tanah lapang dan digaris berbentuk persegi panjang)

Report this page